Thursday, July 30, 2009

Tentang Laut kita

Pola hidup masyarakat , pencemaran, serta kebiasaan menangkap ikan yang salah membuat kehancuran terumbu karang. Padahal terumbu karang merupakan rumah ikan karena menghasilkan plankton untuk makanan mereka. Tanpa terumbu karang, laut menjadi mati dan kosong. Tak ada ikan.
Sekarang nelayan kepulauan Seribu mengeluh, kalau melaut harus jauh ke utara di laut lepas. Karena ikan ikan disekitar kepulauan Seribu sudah mulai sedikit.

Laut adalah masa depan. Demikian Bung Karno sejak dulu selalu mengucapkan. Dengan wilayah yang 73 % terdiri dari laut dan sisanya 27 % daratan kita menolak konsep Hukum Internasional – yang diakui saat itu – tentang batas teritori suatu Negara hanya sampai 3 mil dari garis pantai. Tidak cocok untuk Negara kepulauan. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.

Sampai kemudian lahir konsep wawasan Nusantara yang dideklarasikan Perdana Menteri Juanda pada tahun 1957. Deklarasi ini menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.
Deklarasi akhirnya diterima sebagai bagian dari konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982.

Universitas Patimura dibangun dengan kekuatan riset perikanannya. Namun laut kita tetap bukan milik kita. Sampai sekarang. Tetap saja pelaut Philipina, Cina, Taiwan, Thailand seenaknya menguras isi laut kita. Jepang membangun pabrik pengolahan ikan terapung yang kapal kapalnya berlayar jauh sampai laut Arafura.

Konperensi Kelautan Dunia di Manado yang dihadiri 6 kepala Negara dan utusan khusus dari Amerika dan Australia, harus menjadi titik kesadaran kita tentang bagaimana melestarikan laut sebagai pemasok nilai ekonomis kehidupan bangsa. Seperempat terumbu karang dunia terletak di Indonesia, dengan kekayaan hayati yang luar biasa.
Bahkan di kawasan Papua, masih banyak jenis jenis ikan dan biota laut yang belum teridentifikasi. Bisa jadi kelak tak pernah terkuak tabir ini, karena keburu punah, seiring dengan rusaknya ekosistem terumbu karang.

Jauh sebelum penyelenggaraan World Oceanic Conference, Presiden SBY mengajak sejumlah pemimpin dunia tentang gagasan membentuk Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security.
Coral Triangle adalah sebuah wilayah yang terbentang dari Filipina, Indonesia, Malaysia, Papua Nuigini, Kepulauan Salomon,Timor Leste dan Australia. Bentangan seluas 5,7 km persegi disebut segi tiga terumbu karang dunia.
Wilayah ini memiliki 80 % jenis koral di dunia, dan tak kurang 140 juta manusia tergantung hidupnya pada Coral Triangle. Sebagai pemasok sumber makanan dan tempat mata pencaharian pada laut seperti pariwasata, dan perikanan.

Penangkapan ikan dengan bom dan racun potas, polusi, sampai reklamasi pantai tanpa amdal menjadi penyebab utama semakin habisnya terumbu karang di Indonesia.
Lucunya, Manado sebagai tempat penyelenggara Konperensi ini adalah sebuah kota yang dengan terstruktur melakukan reklamasi pantai di depannya. Kalau dulu kita bisa berjalan jalan di boulevard sambil memandang laut lepas dan gunung tua. Kini pemandangan itu tertutup oleh Mall, gedung gedung dan ruko.

Reklamasi adalah cara yang paling murah dalam mendapatkan lahan yang kelak dijual oleh Pemda kepada investor.
Menurut penelitian, di kawasan Bunaken dan manado Tua, sekitar 40 % terumbu karangnya sudah rusak atau mati. Selain akibat kenaikan suhu laut akibat pemanasan global, sampah dan pencemaran dari kota Manado menjadi salah satu sumber perusakan.

Terumbu karang sebagai tempat hidup biota laut – yang usianya mencapai lebih dari 240 juta tahun – menjadikan sebagai ekosistem paling kompleks di muka bumi. Kita tak perlu marinir untuk menjaga ekosistem bawah laut. Kita semua yang harus peduli . Karena terumbu karang ini bukan warisan dari nenek moyang kita. Ini adalah peninggalan yang harus dijaga untuk anak cucu kita.

imanbrotoseno.com

No comments:

Post a Comment